Search

Senin, 12 Juni 2017

INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS

RESUME


INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS

Dosen Pengampu : Dr. Ja’far, MA



Oleh :
Nama         : MUHAMMAD HARIYANTO    
NIM           : 0705163067


UNIVERSITAS ISLAM  NEGERI SUMATERA UTARA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI FISKA
2017

BAB I
PENDAHULUAN


   A.    Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya menimbulkan akhlak mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar.
Cikal bakal lahirnya tasawuf adalah dari sikap dan perilaku muslim yang senantiasa menghindari kemewahan dalam kehidupan dunia dan senantiasa tekun beribadah. Inti dari tasawuf adalah pendidikan akhlak memerangi hawa nafsu dan membersihkan hati agar semakin dekat dengan Allah Swt. Oleh karena itu, diperlukan pemaham yang mendalam tentang maqamat dalam tasawuf agar tujuan tasawuf dapat terwujud.

   B.     Rumusan Masalah
   1.      Apa itu Integrasi dalam Sejarah Islam.
   2.      Apa itu Integrasi dalam Ranah Ontologi.
   3.      Apa itu Integrasi dalam Ranah Epistemologi.
   4.      Apa itu Integrasi dalam Ranah Aksiologi

   C.    Tujuan
   1.      Untuk mengetahui penjelasan Integrasi dalam Sejarah Islam.
   2.      Untuk mngetahui penjelasan Integrasi dalam Ranah Ontologi.
   3.      Untuk mengetahui penjelasan Integrasi dalam Ranah Epistemologi.
   4.      Untuk mengetahui penjelasan Integrasi dalam Ranah Aksiologi.




 


















BAB II
PEMBAHASAN


   A.    Integrasi dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah intelektual islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal dan dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman, seperti tauhid, fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para pemikir muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religious dan spiritual.
Para filsuf dari mazhab Peripatetik merupakan pemikir muslim yang berhasil mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran islam yang bersumberkan kepada Alquran dan hadis, lantaran tema-tema filsafat Yunani diislamisasikan dan disesuaikan dengan paradigma islam. Berikut ialah para filsuf dari mazhab Peripatetik yaitu : Al-Jahiz, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Bajjah, Ibn Thufail, Al-Ghazali, Umar Khayyam, Ikhwan al-Shafa, Ibn al-Haitsam, Al-Biruni, Ibn Rusyd, Ibn Sina, Fakhr al-Din al Razi.
Sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf dari mazhab Isyaraqiyah dan mazhab Hikmah al-Muta‘aliyah yang sukses mengintegrasikan ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Diantaranya ialah : Suhrawardi, Nashr al-Din al-Thusi, Quthb al-Din al-Syirazi, Mulla Shadra, Baha al-Din Amili.

        B.     Integrasi dalam Ranah Ontologi
Istilah ontology berasal dari bahasa Yunani, ont yang berarti keberadaan, dan logos yang berarti teori. Sedangkan dalam bahasa latin disebut ontologia yang berarti teori keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut. Ontology dapat dimaknai sebagai ilmu tentang esensi segala sesuatu. Ontology merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat; dan membahas teori tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan.
Berbeda dari saintis barat sekuler, para filsuf muslim dan sufi berpendapat bahwa ada hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn Arabi, alam diciptakan Allah Swt melalui proses tajalli (penampakan diri-Nya) pada alam empiris yang majemuk. Tajalli Allah Swt mengambil dua bentuk : tajalli dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan tajalli syuhudi dalam bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. Dari perspektif Ibn Arabi, alam merupakan manifestasi sifat-sifat Allah Swt dan cermin bagi-Nya. Saintis muslim sebagai peneliti alam empiric (terutama dunia mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia) harus menyadari bahwa alam merupakan ciptaan dan manifestasi Allah Swt; dan ajaran islam mengajarkan bahwa alam merupakan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya, sehingga penelitian terhadap alam diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkokoh keimanan terhadap-Nya.[[1]]

   C.    Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Secara umum, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dengan asal kata “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berati ilmu. Secara etimologi, epistemology berarti ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. [[2]]
Kajian-kajian ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam epistemology islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al-nafs. Dari aspek ini, saintis muslim, meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi (observasi dan eksperimen) dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf dalam menemukan ilmu dan kebenaran. Dari perspektif islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah Swt yang diketahui memiliki sifat al-‘Alim.

        D.    Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios bermakna nilai, dan logos yang berarti teori. Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, criteria, dan status metafisik dari nilai tersebut. Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuwan.
Seorang Ilmuwan muslim harus menampilkan kehidupan sufistik seperti sikap zuhud, warak, sabar, tawakkal, cinta, fakir, dan rida dalam menjalankan kegiatan akademik maupun dalam kehidupan sosialnya.[[3]]














DAFTAR PUSTAKA

.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.  Jakarta: Bumi Aksara.





[1] Dr. Ja’far, MA, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), h.102-107.
[2] Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing
[3] Dr. Ja’far, MA, Op.cit., h.108-110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar