EPISTEMOLOGI TASAWUF
Nama :
Muhammad Hariyanto
Nim :
0705163067
Disampaikan Pada : Mata
Kuliah Akhlak Tasawuf
Hari,tanggal :
30 Maret 2017
Prodi :
Fisika-2
Fakultas :
Sains dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Selain kebebasan memilih, Tuhan juga memberikan
kemampuan lain kepada manusia untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah.
Kemampuan atau kecakapannya itu tak lain adalah kemampuannya dibidang ilmu pengetahuan.Tuhan
berfirman, “Dia telah mengajarkan seluruh nama kepada Adam(as)” sebelum
ia melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Artinya manusia
dibekali ilmu secara langsung oleh Dzat yang Mahamengetahui untuk
menjalankan tugasnya sebagai khalifah dibumi.
Masalahnya, fitrah manusia itu juga dipengaruhi
oleh hal-hal material yang ia pilih secara sadar selama hidupnya. Sehingga ada
kemungkinan akan banyak hijab yang menghalanginya dari mengenal Allah
sepenuhnya melalui ilmunya. Sehingga akhirnya kebutuhan akan wasilah
untuk menuju ma’rifatullah-pun niscaya. Dari sinilah Tuhan “turun”kan Syari’at,
dan sejalan dengan itu tasawuf berperan sebagai wasilah yang tujuannya adalah
ma’rifatullah . Tasawuf juga bisa dikatakan sebagai pelengkap fiqh.
Kita bisa menarik kesimpulan, bahwa tasawuf ini
berhubungan dengan masalah pembersihan dan pengolahan sisi batin diri
manusia, yang meliputi nafs, aql,qalb, dan dzauq.Sisi tasawuf sebagai sarana
mencapai ma’rifah atau sisi epistemologi tasawuf inilah yang akan menjadi acuan
pembahasan dalam tulisan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
EPISTEMOLOGI
TASAWUF
A.Peran Hati
dalam Tasawuf
[1]Dalam tradisi
intelektual islam,hati ditempatkan sebagai salah satu sarana meraih
ilmu.Istilah hati disebut berulang kali dalam Alquran dan hadis,yang biasanya
disebut dengan kata qalb,al-fu’ad,atau af’idah.Dalam tradisi islam ,hati (qalb)
merupakan subsistem jiwa manusia.Disebutkan bahwa dari segi fungsi, menurut
Achmad Mubarok,qalb berfungsi sebagai “alat untuk memahami realitas dan
nilai-nilai serta memutuskan suatu tindakan(Q.S.al-A’raf/7:179),”sehingga qalb
menjadi identik dengan akal.
Sedangkan
kondisi hati manusia bermacam-macam ,sebagian bersifat positif seperti hati
yang bersih(qalb salim),hati yang bertobat(qalb munib),hati yang tenang(qalb
muthma’in),hati yang menerima petunjuk (yahdi qalbih),dan hati yang takwa(taqwa
al-qulub).Sebagian kondisi hati bersifat negatif seperti keras
hati(ghaliz),hati yang berdosa (itsm al-qalbih),hati yang tersumbat (qulubuna
ghalf),hati yang ingkar (qulubihim munkarah), dan hati yang kosong (af’idatihim
hawa).Islam menghendaki manusia mencapai kualitas hati yang positif,dan
menjauhi kualitas hati yang negatif
Mayoritas sufi
menilai bahwa akal manusia tidak mampu mencapai hakikat Allah Swt., dan alquran
menjelaskan bahwa kelemahan akal bisa ditutupi oleh hati yang damai.Hati
sebagai sarana untuk menemukan ilmu lebih banyak dibahas oleh kaum sufi dalam
berbagai karya mereka Al-Ghazali,telah membahas hakikat hati dalam Ihya’Ulum
al-Din.Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati (qalb) bermakna ganda.Pertama hati
adalah “daging yang diletakkan dalam dada sebelah kiri.Dalam daging tersebut
terdapat lubang,dan dalam lubang tersebut terdapat darah berwarna hitam yang
menjadi sumber ruh.Hati semacam ini juga terdapat pada jasad
binatang”.Kedua,”sesuatu yang halus, bersifat ketuhanan
(rabbaniyah),ruhani(ruhaniyah),dan memiliki kaitan dengan ruh.Hati ini
merupakan hakikat manusia”.Al –Ghazali memaknai qalb seperti ‘aql,yakni “yang
mengetahui ilmu yaitu hati yang halus dan ilmu tentang hakikat-hakikat
perkara.Akal adalah sifat ilmu dan terletak dihati,dan qalb berkaitan dengan
ruh,yakni “tubuh yang halus dan sumbernya adalah lubang hati jasmani,lalu
tersebar dengan perantaraan urat –urat yang merusak ke bagian jasad lain.”dan
“yang halus dari manusia tempat mengerti dan mengetahui”.Jadi,qalb terdiri atas
dua bentuk,yakni hati yang bersifat jasmani dan hati yang bersifat ruhani.
Menurut
al-Ghazali,hati (qalb)mampu meraih ilmu tentang dan menyaksikan wujud-wujud spiritual
.Menurutnya ,ketika manusia mengenal hatinya,maka ia mengenal dirinya,sehingga
niscaya ia mengenal Allah Swt,dan mengenal sifat-sifat-Nya serta mampu menyikap
segala sesuatu.Dan hati dapat meraih ilmu mengenai banyak hal manakala ia
memiliki sifat-sifat Rabbaniyah dan hikamah.Menurut al-Ghazali ,seorang sufi
dapat meraih ilmu mengenai banyak hal tanpa melalui proses belajar dan usaha
,melainkan dengan ketekunan dalam ibadah dan zuhud terhadap dunia.Menurutnya
hati mampu meraih ilmu-ilmu yang diraih tanpa usaha dan dalil yang disebut
ilham yang mucul dihati yang suci,meskipun tidak melalui proses
belajar.Tingkatan tertinggi dalam ilham disebut wahyu yang diraih oleh para para
nabi dan rasul melalui penyaksian terhadap malaikat sedangkan ilham diraih oleh
para wali(sufi)melalui bisikan hati .Dengan demikia kesucian hati sebagai
dampak dari ibadah dan Zuhud mampu mengantarkan manusia meraih ilmu dari Allah
Swt secara langsung ysng disebut ilham.
B.Metode Tazkiyah al-Nafs
Kaum sufi
meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan,meskipun relatif sukses
memberikan gambaran rsional terhadap dunia spritual.Contoh,akal tidak mampu
menyaksikan realitas spritual ,atau merumuskan kosep ibadah yang diinginkan
tuhan ,akan tetapi akal mampu memberikan bukti rasional bagi eksistensi tuhan
dan alam malaikat ,atau merumuskan daya-daya psikologis manusia,dan membuktikan
kepastian hari kiamat akan terjadi.Karena metode burhani tidak mampu membuat
manusia untuk dapat menyaksikan (musyahaddah)realitas spritual ,maka dalam
epistemologi islam dikenal dengan metode tazkiyah al-nafs atau ‘irfani yang
dinilai sangat ampuh menutupi kelemahan metode burhani .Dalam epistemologi
burhani ,masih ditemukan jarak antara objek yang dipikirkan dengan subjek yang
memikirkan ,sedangkan dalam epistemologi ‘irfani,tidak ditemukan jarak tersebut
,karena telah terjadi persatuan antara objek yang dipikirkan dengan subjek yang
memikirkan (ittihad al-aqil wa al-ma’qul).Kisah petualangan al-Ghajali yang
meninggalkan mahzab kaum teolog (al-mutakallimin),mahzab
Batiniah (al-bathiniyyah),dan mahzab filsafat rasional(al-falasifah) untuk
beralih ke mahzab tasawuf (al-suffiyah)menjadi gambaran penting dari keutamaan
hati dari akal.
Keabsahan
tazkiyah al-nafs (metode ‘irfani)diakui oleh kitab suci umat islam.Adapun
keutamaan tazkiyah al-nafs menurut alquran bahwa pelakunya disebut sebagai
orang-orang beruntung(Q.S.al-Syams/91:9; dan Q.S.al-A’la/87:14)dan orang-orang
tersebut diberi pahala serta keabadian surgawi (Q.S.Thaha/20:6).Dengan
demikian, metode irfani merupakan metode yang dikembangkan dari isyarat-isyarat
wahyu ,metode para nabi dan rasul ,dan memberikan keberuntungan dunia dan
akhirat kepada penggunanya.[2]Metode
‘irfani merupakan metode kaum sufi dalam islam yang mengandalkan aktivitas penyucian
jiwa (tazkiyah al-nafs)untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.,dan menilai
bahwa ilmu hakiki hanya diraih dengan cara mendekatkan diri kepada sosok yang
Maha Mengetahui (al-Alim),bukan dengan metode observasi dan eksperimen atau
juga metode rasional.Penyucian jiwa dilakukan sebagai upaya untuk membentuk
keharmonisan hubungan manusia dengan Allah ,manusia dengan sesama manusia dan
manusia dengan lingkungan juga dengan dirinya sendiri.
BAB III
PENUTUP
Jiwa yang
tersucikan merupakan jiwa-jiwa yang memiliki akhlak sesuai apa yang telah
diajarkan dalam alquran dan hadis dan teladan utamanya Nabi Muhammad SAW.Dalam
konteks islam, selalu ada kaitannya antara al quran dan akal yang mengantarkan seseorang pada kebenaran, karena
keduanya saling berkaitan dan bekerjasama. Dengan demikian jelas, bahwa islam
(al quran) menjunjung tinggi kemampuan akal, dengannya inovasi baru selalu
muncul yang terangkum dalam kemajuan ilmu pengetahuan, akal tak
dapat menyerap sesuatu dan pancaindera tak dapat memikirkan sesuatu, hanya bila
keduanya bergabung akan timbullah pengetahuan.
Daftar Pustaka
Anwar,Rosihon.2010.Akhlak Tasawuf.Bandung:CV.Pustaka Setia
Ja’far.2016.Gerbang Tasawuf.Medan:Perdana Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar