RESUME
Pondasi Al Maqamat
Dosen
Pengampu : Dr. Ja’far, MA
Oleh :
Nama : MUHAMMAD HARIYANTO
NIM : 0705163067
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI FISKA
2017
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan
puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan
karunia Nya dalam mengarungi hidup ini. Salawat dan salam kita ucapkan kepada
Rasul junjungan umat alam yang telah membawa kita dari zaman yang penuh
kejahiliaan menuju zaman yang penuh rahmat dan ridha Allah SWT.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nya, sehingga resume ini dapat kami
selesaikan. Resume kami ini berjudul “ Pondasi Al Maqamat ”. Dengan penjelasan
dalam resume ini di harapkan kepada para pembaca lebih memahami tentang
definisi dan tujuan tasawuf supaya dapat menjadi nilai tambah dalam mempelajari
islam.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan gambaran materi yang harus di selesaikan dan juga semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan resume ini. Saran dan kritik yang membangun akan
kami terima dengan hati terbuka agar makalah ini lebih sempurna pada masa yang
akan datang.
Medan, April 2017
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
Pondasi al-Maqamat
Dalam risalah al-Qusyairiyah, al-qusyairi
menjelaskan menyepi (khalwah) adalah sifat ahli sufi, dan mengasingkan diri
(‘uzlah) menjadi tanda seseorang telah bersambung dengan Allah Swt. Khalwah
adalah pemutusan hubungan dengan makhluk menuju penyambungan hubungan dengan
al-Haqq. Sedangkan ‘uzlah (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari
niat buruk orang lain.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa peraktik
mengasingkan diri memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan
spiritual:
1. Dapat mengosongkan diri hanya beribadah kepada Allah Swt.
2. Dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat
yang bisa dilakukan dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat.
3. Membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia.
4. Memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan
terhadap dunia.
5. Membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orang yang
berperangai buruk dan bodoh.
6. Menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari
perbuatan tercela dan larangan Allah Swt.
Urgensi khalwah dan ‘uzlah bagi salik dalam
menapaki jalan spiritual yang terjal adalah bahwa salik memerlukan konsentrasi
diri dan jauh dari gangguan public yang dapat merusak kekhusyukan dalam
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Menurut al-Qusyairi, ‘ibadah atau ‘ubudiyah
adalah melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang
dilarang. Menurut ‘Umar Suhrawardi, seorang salik mengamalkan berbagai bentuk
wirid yang terus menerus diulang oleh smua sufi, antara lain la ilaha illallah,
ya Allah, ya Hu, ya Haqq, ya Hayy, ya Qayyum dan ya Qahhar.
Seorang sufi yang bernama Abu Ali al-Ruzabari
menjelaskan bahwa “ketahuilah bahwa dasar dan tiang mujahadah adalah menyapih
nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya dan membawanya pada penentangan hawa nafsu
dalam semua waktu. Sedangkan sufi lain, Hasan al-Qazaz, mengatakan bahwa
“mujahadah dibangun atas tiga hal:
1. Tidak makan bila sangat butuh.
2. Tidak tidur kecuali mengantuk, dan
3. Tidak berbicara kecuali terdesak.
Langkah menuju amal yang benar adalah
mengetahui hukum-hukum syariat (al-ahkam al-syari’ah), memahami alquran
(al-kitab), sunnah (al-sunnah), ijmak salaf (ijma’al-salaf), akidah ahlussunnah
waljamaah, dan ilmu makrifat (‘ilm ma’rifah).
Al-MAQAMAT
Pengertian
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari
kata maqam yang berarti tempat atau
kedudukan. Dalam Sufi Terminology,The Mystical Language of
Islam,maqam diterjemahkan sebagai spiritual. Karena sebuah maqam diperoleh melalui
daya upaya (Mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh jalan
spiritual. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti
kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan,
baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Maqam
dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan
sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang
hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam
sebelumnya. Dengan demikian kualitas-kualitas tingkatan tersebut akan senantiasa
melekat, semakin tinggi kedudukan yang dicapai maka akan sempurna dan utuh
kualitas dari diri seseorang.
Tingkatan Maqamat
1) Taubat
Taubat berasal dari Bahasa
Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti “kembali” dan “penyelesalan”.
Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun
atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan
sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan diikuti
dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah. Yang dimaksud
sebagai maqam dalam tasawuf adalah upaya taubat, karena merasakan
kenikmatan batin. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu
menggapai maqam yang lebih tinggi.
Ibnu Taimiyah membedakan taubat menjadi dua: taubat wajib
dan taubat sunnah. Taubat wajib adalah taubat karena menyesali perbuatan yang
meninggalkan perkara-perkara wajib, atau menyesal karena melakukan
perkara-perkara haram. Sedangkan taubat sunnah adalah taubat karena menyesali
perbuatan meninggalkan perkara-perkara sunnah, atau karena menyesali perbuatan
melakukan perkara-perkara makruh.
2) Wara’
Wara’,secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari
perbuatan dosa atau maksiat. Sedangkan pengertian wara’ dalam
pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya,
baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya. Disamping
meninggalkan sesuatu yang belum jelas hukumnya, dalam sufi, wara’ suga berarti
meninggalkan segala hal yang berlebihan,baik berwujud benda dan perilku. Selain
itu,juga meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat.
Para ahli tasawuf juga membagi wara’ menjadi dua
yaitu wara’ lahiriyah
dan wara’ batiniyah. Wara’ lahiriyah berarti meninggalkan
segala hal yang tidak diridhoi oleh Allah,
sedangkan wara’ batiniyah adalah tidak menempatkan atau mengisi
hati kecuali dengan mengingat Allah.
3) Zuhd
Secara etimologis, zuhud berarti ragaba
‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan
meninggalkannya. Dengan kata lain Zuhd adalah menjauhkan diri dari apapun yang
dapat memalingkan dari Tuhan. Dalam pandangan kaum sufi, dunia dan segala
isinya merupakan sumber kemaksiatan dan kemungkaran yang dapat menjauhkannya
dari Tuhan. Ketika seorang sufi tidak lagi terbelenggu oleh kehidupan duniawi
dan hanya membutuhkan Allah, maka dengan sendirinya ia telah sampai pada
derajat kefakiran faqr. Sikap zuhd ini erat
hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan
berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada kesenangan
duniawi. Dalam tasawuf,Zuhd merupakan maqam yang yang sangat menentukan.
4) Farq
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang
yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi
fakir dipandang sebagai sikap hidup yang tidak terlalu berlebihan atau
memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu. Tidak menuntut lebih dari apa yang
telah diterimakan kepadanya. Karena segala sesuatu yang ada di alam semesta ini
adalah menjadi milik Allah SWT. Kebanyakan para sufi memilih untuk hidup miskin
karena semakin banyak harta benda yang dimiliki akan semakin menyulitkan mereka
dihari kiamat. Kekayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang dapat
memalingkan seseorang dari Tuhannya.Untuk dapat menghilangkan diri dari
golongan duniawi dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Oleh karenanya orang yang
faqr pada dasarnya adalah orang yang telah mencapai maqam sabr.
5) Shabr
Sabar, secara harfiah,berarti tabah hati.Sabar berarti
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetap
tenang ketika mendapat cobaan dan menampakkan sikap cukup, walaupun
sebenarnya berada dalam kefakiran. Kesabaran merupakan suatu kekuatan yang
membuat diri seseorang dapat bertahan dari segala macam dorongan dan gangguan
yang datang dari luar dirinya.
Sedemikian pentingnya sabar dalam kehidupan manusia,maka
para sufi menjadikan sabar sebagai maqamah yang teramat penting untuk dilalui
dalam perjalanan spiritualnya.
6) Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan
diri. Sehingga seseorang yang telah menyerahkan sepenuhnya kepada
Allah,tidak ada keraguan dan kemasygulan tentang apapun yang menjadi keputusan
Allah. Seseorang yang ada pada maqam tawakkal akan merasakan ketenangan dan
ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak.
7) Ridha
Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka.
Sedangkan pengertiannya secara umum adalah
tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha dan qadar dengan
hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di
dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Ridla adalah buah dari
tawakkal.Dimana jika seorang sufi telah bebar-benar melaksanakan tawakkal maka
dengan sendirinya ia akan sampai pada maqam ridha.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Al-maqamat adalah
tingkatan antara seorang hamba dengan Allah Swt. Tingkatan-tingkatan spiritual
seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar ssampai tingkatan paling
tertinggi, yaitu dekat dengan Allah Swt, yang diperoleh salik secara mandiri
melalui pelaksanaan ibadah, mujahadah, dan riyadhah secara terus menerus.Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan
berbagai bentuk ibadah, mujahadah,
dan riyadhah, seorang
salik harus melakukan khalwah dan uzlahdalam
melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah Swt. Hierarki al-maqamat darimaqam pertama sampai maqam paling puncak terdiri dari 7 bagian yaitu sabar,
tobat, fakir, zuhud, tawakal, cinta, dan rida’.
DAFTAR PUSTAKA
Ja'far, Gerbang
Tasawuf, Medan: Perdana
Publishing, 2016
Abdul, Muhayya, Maqamat dan Ahwal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar